Pancasila Sebagai Dasar Etika
PANCASILA SEBAGAAI DASAR ETIKA
KOMPETENSI
Mahasiswa
mampu memahami system nilai, sebagai sumber segala penjabaran norma/ das Sollen
yang harus dijabarkan menjadi das sein sebagai pedoman bermasyarakat berbangsa
dan bernegara. Aktualisasi das sollen adalah suatu keniscayaan yang harus
diupayakan oleh semua pihak.
Perubahan
global mengakibatkan perubahan yang sangat signifikan terhadap seluruh bangsa
di dunia , baik perubahan terhadap orientasi kebudayaan, ekonomi, politik
maupun dibidang ideologi. Dalam konteks politik terutama dalam hubungannya
dengan demokrasi, globalisasi sering diidentikan dengan pengembangan masyarakat
yang demokratis.
Dalam era global seperti ini Negara Kapitalis yang akan
menguasai dunia. Kapitalis telah mengubah masyarakat satu persatu menjadi
system internasional yang menentukan nasib ekonomi sebagian besar bangsa di
dunia. Perubahan global ini akan membawa suatu perubahan ideology partikular
menjadi ideology universal. Ideologi liberal dengan prinsip-prinsip pasarnya
dalam ekonomi yang dikenal dengan Kapitalisme telah menjadi ideology yang
paling unggul.
Oleh
karena itu bilamana bangsa Indonesia tidak memiliki keyakinan filosofis yang kuat bukannya
tidak mungkin bangsa Indonesia akan terombang ambing arus kekuatan
trans-nasional.
Bahwa
kekuatan Negara-negara yang mengembangkan sindikat ekonomi regional akan
menguasai Negara-negara kebangsaan, sehingga lambat laun jika neraga-negara
kebangsaan tidak memiliki ketahanan nasional, maka kemungkinan besar akan
mengalami kehancuran. John Naisbitt, ( Global Paradox )
mengatakan bahwa dalam proses globalisasi terjadilah suatu paradoks dalam
masyarakat. Kondisi global mambawa manusia untuk senantiasa berwawasan dan
berpikir global, namun pada sisi lain muncullah gerakan Tribalisme , yaitu suatu
perkembangan masyarakat yang mengarah pada fanatisme primordial, sukuisme,
kesetiaan pada semua kelompok, etnisitas, budaya, agama, kepercayaan bahkan
profesi.
Oleh karena itu dalam era
reformasi dewasa ini yang diikuti dengan demokratisasi di berbagai bidang
tanpa dilandasi dengan etika yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri
mengakibatkan demokrasi itu terdistorsi kearah brutalisme, konflik fisik dan
sentiment primordial. Proses demokrasi dan otonomi daerah tanpa disertai dengan
etika kebangsaan yang bersumber pada
local wisdem bangsa Indonesia, yaitu
Core philosophy Pancasila
maka akan berakibat hancurnya Negara dan bangsa Indonesia, seperti yang terjadi
di bekas Negara Uni Sovyet, taahun 1991 disintegrasi menjadi; ( Latvia,
Estonia, Kazakstan ), sedangkan Yugoslavia Negara yang sangat makmur th 1995
disintegrasi menjadi ( Kroasia, Bosnia dan Serbia ).
Etika Kebangsaan merupakan system nilai, norma moral yang dijabarkan
dalam suatu tingkah laku, perbuatan, sikap, yang bersumber pada local wisdem yaitu core philosophy
Pancasila. menjadi pedoman, dasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Perkembangan
masyarakat dunia yang semakin cepat, secara langsung maupun tidak langsung
mengakibatkan suatu perubahan pada berbagai bangsa di dunia. Dalam hubungan
seperti ini cita-cita, ideology, budaya, serta Jati diri suatu bangsa
mendapatkan suatu tantangan yang luar biasa beratnya. Kekuatan global dengan
kekuasaan nasional di berbagai Negara, mengakibatkan suatu tarik menarik
kepentingan, yang lazimnya dikembalikan pada dominasi kekuatan ekonomi.
Hal inilah yang dihadapi
BI pada abad sekarang ini dimana terjadi tarik menarik kepentingan bahkan
seringkali nampak adanya pemaksaan terhadap kekuasaan nasional.
Pengertian Etika
Etika termasuk suatu kelompok filsafat praktis, yaitu suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang
ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral,
merupakan ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu
ajaran moral tertentu, atau bagaimana
kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan
berbagai ajaran moral.
Etika berkaitan dengan pelbagai masalah nilai karena etika pada
pokoknya membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan predikat nilai “
susila” dan “tidak susila”, “baik dan buruk”. Sebagai bahasan khusus etika
membicarakan sifat-sifat yang menyebabkan orang dapat disebut susila atau
bijak. Kualitas-kualitas ini dinamakan kebajikan yang dilawankan dengan
kejahatan yang berarti sifat-sifat yang menunjukkan bahwa orang yang
memilikinya dikatakan orang yang tidak susila. Etika lebih banyak bersangkutan
dengan prinsip-prinsip dasar pembenaran/dasar-dasar filosofis dalam
hubungan dengan tingkah laku, perbuatan dan sikap manusia.
Pancasila Sebagai Suatu Sistem Etika
Pancasila
sebagai suatu system filsafat pada hakekatnya merupakan suatu Nilai, sehingga
merupakan suatu sumber dari segala penjabaran norma, baik norma hukum, norma
moral. Dalam Filsafat pancasila terkandung di dalamnya suatu
pemikiran-pemikiran yang bersifat kritis, mendasar , rasional, sistematis dan
komprehensif dan system pemikiran ini merupakan suatu nilai. Oleh karena itu
suatu pemikiran filsafat tidak secara langsung menyajikan norma-norma yang
merupakan pedoman dalam suatu tindakan atau aspek kritis melainkan suatu
nilai-nilai yang bersifat mendasar.
Sebagai
suatu system nilai (das Sollen) ,
Pancasila memberikan dasar-dasar bersifat foundamental dan Universal bagi
manusia baik dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Adapun
manakala nilai-niilai tersebut akan dijabarkan dalam kehidupan yang bersifat
praktis / kehidupan yang nyata (das sein)
dalam masyarakat,bangsa maupun Negara, maka nilai-nilai tersebut kemudian
dijabarkan dalam suatu norma-norma yang jelas sehinga merupakan suatu pedoman.
Norma tersebut meliputi :
1) Norma Moral;
yaitu
nilai-nilai Pancasila dijabarkan dalam tingkah laku, perbuatan manusia yang
dapat diukur dari sudut baik dan buruk. Sopan ataupun tidak sopan, susila atau
tidak susila. Menjunjung kejujuran, keadilan pelaksanaan dalam bentuk realisasi
dalam setiap aspek penyelengaraan negara. Produk ketatanegaraan / hukum positif
akan berguna apabila dilaksanakan dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan
bernegara. Namun yang lebih penting
adalah moral , sikap,tindakan ,perbuatan pejabat / pemerintah sebagai produk UU
tsb. Dalam kapasitas inilah nilai-nilai Pancasila telah dijabarkan dalam
suatu norma-norma moralitas atau norma-norma etika sehingga Pancasila merupakan
system etika dalam bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
2) Norma Hukum;
Yaitu suatu norma yang terkandung dalam system peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Dalam pengertian inilah, maka
Pancasila berkedudukan sebagai sumber dari segala sumber hukum di Negara
Indonesia. Sebagai sumber dari segala sumber hukum nila-nilai Pancasila yang
sejak dulu telah merupakan suatu cita-cita moral yang luhur yang berwujud dalam
kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia sebelum membentuk Negara. Atas dasar
pengertian inilah, maka nilai-nilai Pancasila sebenarnya berasal dari bangsa
Indonesia sendiri atau dengan lain perkataan bangsa Indonesia sebagai asal mula
materi ( kausa materialis) nilai-nilai Pancasila.
Jadi sila-sila Pancasila pada hakekatnya bukanlah merupakan suatu
pedoman yang langsung bersifat Normatif ataupun raktis, melainkan merupakan
suatu system nilai-nilai etika yang
merupakan sumber norma, yang pada gilirannya harus dijabarkan lebih lanjut
dalam norma-norma etika/moral maupun norma hokum dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Norma-norma Etika serta
aktualisasinya dalam kehidupan manusia, sebenarnya tidak dapat dipisahkan
dengan pandangan hidup, serta filsafat hidup dari suatu masyarakat tertentu.
Oleh karena itu berbagai aliran etika yang berkembang dalam masyarakat
senantiasa tidak dapat dilepaskan dengan dasar filsafat yang dianut dalam
masyarakat tersebut. Bagi masyarakat yang berpandangan filsafat materialize,
akan mendasarkan etika dalam hidupnya pada suatu prinsip bahwa nilai etika yang
tertinggi adalah terletak pada nilai Materialis Manusia senantiasa diukur
berdasarkan parameter materi. Materi adalah merupakan suatu prinsip dasar
tertinggi dalam kehidupan etika masyarakat.
Demikian juga bagi
masyarakat yang mendasarkan kehidupannya pada filsafat Ateisme, tidak mengakui
adanya Tuhan, akan senantiasa mendasarkan kehidupan etikanya dengan penolakan
atas otoritas wahyu Tuhan. Agama tidak ada hubungannya dengan perbuatan dan
tingkah laku moral manusia. Oleh karena itu moral ketuhanan tidak merupakan
suatu norma tertinggi bahkan mereka menolak keberadaan moral ketuhanan.Oleh
karena itu apa yang baik bagi kehidupan ketuhanan belum tentu baik bagi/
dianggap tidak baik menurut kehidupan moral masyarakat. Manusia adalah makhluk
yang otonom, bebas dan tidak mengakui adanya dhat yang mutlak / tidak mengakui
adanya Tuhan. Moral inilah yang banyak dikembangkan pada Negara materialis dan
komunis yang mendasarkan filsafatnya pada ateisme, sehingga mereka berprinsip
pada pembenaran atas segala cara dalam mencapai tuuannya.
Pelaksanaan dan realisasi moral dalam kehidupan masyarakat tersebut
merupakan suatu fakta, atau secara terminologis disebut das sein , sedangkan
prinsip nilai yang merupakan dasar filsafat itu disebut sebagai das sollen /
seharusnya.
Sebagaimana
dipahami bahwa sebagai suatu norma hukum positif, maka Pancasila dijabarkan
dalam suatu peraturan perundang-undangan yang bersifat eksplisit. Hal ini
secara kongkrit dijabarkan dalam tertib hukum Indonesia. Namun demikian
disamping tertib hukum, di dalam pelaksanaannya memerlukan suatu norma moral
yang merupakan dasar pijak pelaksanaan tertib hukum di Indonesia. Bagaimanapun
baiknya suatu peraturan perundang-undanagan jika tidak dilandasai oleh moral
yang luhur dalam pelaksanaan, penyelenggaraan Negara, maka niscaya hukum tidak
akan dapat mencapai suatu keadilan bagi kehidupan kemanusiaan.
Dalam kehidupan kenegaraan dan kebangsaan disamping dasar hukum yang
merupakan landasan formal bagi pelaksanaan dan penyelengaraan Negara, juga
harus dilandasi oleh norma-norma etika dan moral sebagaimana terkandung dalam
Pancasila.
Konsistensi
antara Das Sollen dan Das Sein; Menghadapi proses global Negara-negara transnasional yang didukung
capital lazimnya memaksakan kehendaknya dengan mengembangkan wacana politik
melalui penegakan HAM, Demokrasi, Liberalisasi dan pemberantasan terorisme.
Dalam pelaksanaan reformasi BI menghadapi tantangan yang sangat berat. Kenyataan
sampai saat ini belum membawa perbaikan yang berarti bagi rakyat. Tujuan Negara
untuk mensejahterakan dan memakmurkan rakyat seharusnya diletakkan dalam
paradikma tujuan tersebut. Kenyataan menunjukkan kepada kita bahwa program
Negara senantiasa diletakkan dalm konteks kepentingan Negara-negara
transnasional seperti tekanan IMF. Oleh karena itu kebijakan kenaikan BBM,
Telpon, Listrik, kebijakan privatisasi dalam kenyataannya tetap berjalan
walaupun beban rakyat semakin berat.
Nilai-nilai Pancasila merupakan paradigma dalam kehidupan politik dalam
prakteknya antara das sollen dan das sein tidak konsisten. Fakta menunjukkan
bahwa panggung politiki di Indonesia tidak mendasarkan kepada moral sebagaimana
terkandung dalam Pancasila yaitu Ketuhanan, Kemanusiaan yang implementasinya
kemudian pada etika politik. Kalangan elit politik kenyataannya lenih
menekankan pada pembagian kekuasaan dan perebutamn kekuasaan dari pada
memperhatikan nasib rakyat yang semakin berat. Kepekaan wakil-wakil rakyat
terhadap nasib penderitaan rakyat menunjukkan kesenjangan yang semakin jauh,
yaitu rakyat semakin menderita namun kalangan elit politik dan wakil rakyat
senantiasa menuntut kesejahteraan yang berlebih. Nilai-nilai Panacasila masih
hanya sebagai slogan, padahal aktualisasi nilaai-nilai Pancasila dalam
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara merupakan suatu keniscayaan untuk
mewujudkan cita-cita ideal Pancasila yaitu mewujudkan masyarakaat adil dan
makmur secara merata, mencerdaskan dan mensejahterakan kehidupan rakyat. Apabila
hal ini diabaikan maka Negara bisa hancur.
Selain dasar moral tersebut, pelaksanaan politik juga harus
memperhatikan dasar-dasar nasionalisme / kebangsaan Indonesia yang terkandung
dalam sila ketiga. Namun kenyataannya / das sein menunjukkan kepada kita bahwa
dewasa ini nasionalisme kita sangat
rapuh.
Dalam upaya memperdayakan
masyarakat dalam kesadaran berbangsa dan bernegara, kebebasan sering disalah
artikan. Akibatnya ketidakpuasan atas kebijakan pemerintah Negara direspon oleh
masyarakat dengan melakukan pengrusakan fasilitas sosial. Kebebasan dalam
kehidupan kenegaraan dimanfaatkan untuk memisahkan diri dengan Negara kesatuan
RI. Harus disadari bahwa dalam berbanagsa dan bernegara suatu piranti yang
harus dipenuhi demi tercapainya hak dan kewajiban warga Negara maupun Negara
adalah perangkat hokum. Dalam hal ini Pancasila merupakan sumber nilai yaitu
sebagai cita-cita hokum yang berkedudukan sebagai Staatsfundamentalnorm dapat
memenuhi fungsi konstitutif maupun fungsi regulative.
Fungsi Konstitutif; Pancasila menentukan dasar suatu tata hukum yang
memberi arti dan makna bagi hukum itu sendiri. Fungsi Regulative, Pancasila
menentukan apakah suatu hukum positif itu sebagai produk yang adil atau tidak
adil.
Pancasila sebagai Paradigma dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara dalam implementasinya semakin tidak konsisten antara
das sollen dan das sein. Hal
ini disebabkan ketidakpercayaan BI terhadap potensi bangsa yang dimilikinya.
Akibatnya BI senantiasa mendapat tekanan dari kekuasaan Negara-negara yang
berorientasi pada capital Kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dilaksanakan dalam
pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara tidak lagi berbasis pada filosifi bangsa namun lebih mendasarkan
pada kepentingan kekuatan Negara-negara transnasional. Konsekuensinya bagi BI
semakin tidak menentu untuk menggapai hari esok yang lebih baik sementara
vitalitas bangsa yang bersumber pada nilai Pancasila semakin memudar. Bangsa
Indonesia yang dewasa in mengalami krisis multidemensi bahkan juga krisis
ideology harus kembali pada esensi vital bangsa Indonesia yang merupakan sumber
motivasi. Agar menggapai cita-cita kesejahteraan rakyat yang bermartabat
kemaanusiaan.
Komentar
Posting Komentar