FILSAFAT PANCASILA
Filsafat Pancasila [pointer]
Kompetensi
Mahasiswa mampu memahami nilai-nilai jati
diri bangsa melalui pengkajian aspek ontologi,
epistemologi, dan aksiologi filsafat Pancasila sehingga dengan pemahaman tersebut diharapkan dapat tumbuh personal wisdom yang integratif dalam
dimensi kompentensi kewarganegaraan (civic
knowledge, civic skills, civic commitment, civic convidence,
dan civic competence).
Daftar Istilah
1. Filsafat: Secara etimologis cinta akan kcbijaksanaan, tapi
dapat pula diartikan sebagai keinginan
yang sungguh-sungguh untuk mencari
kebenaran yang sejati.
2. Filsafat Pancasila: Kebenaran dari sila-sila
Pancasila sebagai dasar negara atau dapat
pula diartikan
bahwa Pancasila merupakan satu
kesatuan sistem yang utuh dan logis.
3. Ontologi: Bidang filsafat yang membahas
tentang hakikat keberadaan sesuatu dan mencari
hakikat mengapa sesuatu itu ada.
4. Epistemologi:
Bidang filsafat yang membahas hakikat ilmu pengetahuan
atau ilmu tentang ilmu.
5. Aksiologi: Bidang filsafat
yang membahas tentang hakikat nilai atau filsafat yang membahas nilai praksis dari sesuatu.
6.Nilai: Segala sesuatu yang bcrguna atau berharga bagi manusia. Jati diri
bangsa: Kepribadian bangsa yang menjadi
identitas nasional. Globalisasi:
Proses mendunia menjadi keadaan tanpa batas
antarncgara akibat kemajuan teknologi informasi Internasionalisasi: Upaya hegemoni
negara maju melalui isu dan pennasalahan internasional.
7. Nasionalisme: Paham kebangsaan yang dianut oleh suatu negara.
8. Sistem: Suatu kesatuan yang utuh dan tidak bisa dipisah-pisahkan
di antara sub-sub sistem Kausa.
9. Materialis: Suatu kajian filsafat Aristoteles yang membahas tentang sebab materialdari sesuatu. Kausa 10.finalis:
Suatu kajian filsafat Aristoteles
yang membahas tentang sebab final dari
sesuatu.
11.Kausa
efisiensi: Suatu kajian filsafat Aristoteles yang membahas tentang pelaku dari
adanya sesuatu Kausa forma: Suatu kajian filsafat
Aristoteles yang membahas tentang bentuk dari adanya sesuatu.
12.Founding Fathers: Para pendiri negara yang merumuskan Pancasila dan UUD 1945 dalam
mempersiapkan Indonesia merdeka.
13.Local Genius'. Kreatifitas lokal yang keunggulan
kompetitif. Local Wisdom: Kearifan lokal yang
hidup dan mcmbentuk sikap bijak dalam
suatu masyarakat.
1.Uraian Teori
Konsep
Perkembangan masyarakat dunia
yang semakin cepat secara langsung ataupun tidak langsung mcngakibalkan
pcrubahan besar pada bcrbagai bangsa di dunia. Gelombang besar kckuatan internasional
dan transnasional melalui globalisasi telah
mengancam, bahkan menguasai
eksistensi negara-negara kebangsaan, tcrmasuk
Indonesia. Akibat yang langsung
terlihat adalah terjadinya pergeseran nilai-nilai dalam kehidupan kebangsaan karena adanya perbenturan kepentingan
antara nasionalisme dan internasionalisme.
Permasalahan kebangsaan dan kenegaraan
di Indonesia menjadi semakir kompleks dan rumit manakala ancaman internasional yang terjadi di satu
sisi, pada sisi yang lain muncul masalah
internal, yaitu maraknya tuntutan rakyat, yang secara objektif mengalami suatu kehidupan yang jauh dari kesejahteraan dan
keadilan sosial.
Paradoks antara kekuasaan global dengan kekuasaan nasional
ditambah konflik internal, seperti gambaran di atas, mengakibatkan suatu tarik-menarik
kepentingar. yang secara langsung mengancam
jati diri bangsa. Nilai-nilai baru yang masuK, baik secara subjektif maupun objektif, serta terjadinya
pergeseran nilai di tengah masyarakat pada akhirnya
mengancam prinsip-prinsip hidup berbangsa masyarakat Indonesia.
JPrinsip-prinsip dasar yang telah ditemukan oleh peletak
dasar (the founding
fathers) negara Indonesia yang kemudian
diabstraksikan menjadi suatu prinsip dasa •
filsafat
bernegara, itulah Pancasila. Dengan pemahaman demikian, maka Pancasiht
sebagai filsafat
hidup bangsa Indonesia
saat ini mengalami ancaman
dengan
munculnya
nilai-nilai baru dari luar dan pergeseran nilai-nilai yang terjadi.
Secara ilmiah
harus disadari bahwa suatu masyarakat, suatu bangsa, senantiasa memiliki suatu
pandangan hidup atau filsafat hidup masing-masing, yang berbed i dengan bangsa lain di dunia. Inilah yang
disebut sebagai local genius (kecerdasan/kreativitas lokal) dan
sekaligus sebagai local wisdom (kearifan lokal) bangsa. Dengan
demikian, bangsa Indonesia tidak mungkin
memiliki kesamaan pandangan hidup dan filsafat hidup dengan
bangsa lain.
Ketika para pendiri negara Indonesia
menyiapkan berdirinya negara Indonesia merdeka,
mereka sadar sepenuhnya untuk menjawab suatu pertanyaan yang fundamental 'di atas dasar apakah
negara Indonesia merdeka ini didirikan'.^ Jawaban atas pertanyaan mendasar ini akan selalu
menjadi dasar dan tolok ukur utama bangsa ini meng-Indonesia. Dengan kata lain, jati diri bangsa
akan selalu bertolok ukur pada nilai-nilai Pancasila sebagai
filsafat bangsa.
Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistcm filsalui.
Pemahaman demikian memerlukan
pengkajian lebih lanjut menyangkut aspek ontologi, epistemologi, dan aksiologi dari kelima
sila Pancasila.
2. Pengertian Filsafat
Filsafat berasal
dari bahasa Yunani "philein "
yang berarti cinta dan "sophia"
yang berarti kebijaksanaan. Jadi,
filsafat menurut asal katanya berarti cinta
akan kebijaksanaan, atau mcncintai kebenaran/pengetahuan. Cinta dalam hal ini mcmpunyai arti yang seluas-luasnya, yang dapat
dikemukakan sebagai keinginan yang mcnggebu dan sungguh-sungguh terhadap
sesuatu, sedangkan kebijaksanaan dapat
diartikan sebagai kebenaran yang scjati.
Dengan demikian, filsafat secara sederhana dapat diartikan sebagai keinginan
yang sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran
yang sejati. Filsafat merupakan indtik ilmu
pengetahuan. Menurut J. Gredt dalam bukunya "Elementa
Philosophiae", filsafat sebagai "Ilmu pengetahuan yang
timbul dari prinsip-prinsip mencari sebab musababnya yang terdalair
a.
Filsafat Pancasila
Menurut Ruslan Abdulgani, bahvva
Pancasila merupakan filsafat
negara yang lahir sebagai collective ideologic (cita-cita bersama)
dari seluruh bangsa Indonesia. Dikatakan
sebagai filsafat, karena Pancasila merupakan hasil perenungan jiwa yang mendalam
yang dilakukan oleh the founding
father bangsa Indonesia, kemudian dituangkan
dalam suatu "sistem" yang tepat. Adapun menurut Notonagoro, Filsafat
Pancasila memberi pengetahuan dan
pengertian ilmiah, yaitu tentang hakikat dari Pancasila.
b. Karakteristik Sistem Filsafat
Pancasila
Sebagai filsafat, Pancasila mcmiliki
karakteristik sistem
filsafat tersendiri yang
berbeda dengan filsafat lainnya,
di antaranya:
- Sila-sila Pancasila merupakan satu-kesatuan sistem yang
bulat dan utuh (sebagai suatu totalitas). Dengan pengertian lain, apabila tidak bulat dan utuh atau
satu sila dengan sila lainnya terpisah-pisah,
maka itu bukan Pancasila.
Susunan Pancasila
dengan suatu sistem
yang bulat dan
utuh itu dapat digambarkan sebagai
berikut:
Dalam susunan yang lain, dapat juga digambarkan sebagai berikut:
Atau, dapat digambarkan sebagai berikut:
Ketiga gambar di atas menunjukkan bahwa:
• Sila 1, meliputi,
mendasari, dan menjiwai sila 2, 3, 4, dan
5.
• Sila 2, diliputi,
didasari, dan dijiwai sila 1,
serta mendasari dan menjiwai sila 3, 4, dan 5.
• Sila 3, diliputi,
didasari, dan dijiwai sila 1, 2, serta
mendasari dan menjiwai sila 4 dan 5.
• Sila
4, diliputi, didasari, dan dijiwai
sila 1, 2, dan 3, serta mendasari dan menjiwai
sila 5.
• Sila 5, diliputi, didasari, dan dijiwai sila 1, 2, 3,
dan 4.
• Pancasila sebagai suatu substansi, artinya unsur
asfi/permanen/primer Pancasila
sebagai suatu yang ada mandiri, yang unsur-unsurnya berasal dari dirinya sendiri.
• Pancasila
sebagai suatu realitas, artinya
ada dalam diri manusia Indonesia dan masyarakatnya, sebagai suatu kcnyataan
hidup bangsa, yang tumbuh, hidup, dan berkembang dalam kehidupan
sehari-hari.
c. Prinsip-Prinsip Filsafat
Pancasila
Pancasila ditinjau dari Kausal
Aristoteles dapat dijelaskan sebagai berikut:
1)
Kausa
Materialis, maksudnya sebab yang berhr.bungan dengan materi/bahan,
dalam hal ini Pancasila digali dari nilai-nilai sosial budaya yang ada dalam bangsa Indonesia sendiri;
2)
Kausa Forma/is, maksudnya sebab yang berhubungan
dengan bentuknya, Pancasila yang ada dalam
pembukaan UUD '45 memenuhi syarat formal (kebenaran
formal);
3)
Kausa Efisiensi, maksudnya kegiatan BPUPK.I dan PPKI
dalam menyusun dan merumuskan
Pancasila merijadi dasar negara Indonesia merdeka; serta
4)
Kausa Finalis, maksudnya berhubungan dengan
tujuannya, yaitu tujuan diusulkannya
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia merdeka.
Inti atau esensi sila-sila Pancasila meliputi:
1)
Tuhan, yaitu sebagai kausa prima;
2)
Manusia, yaitu makhluk individu
dan makhluk sosial;
3)
Satu, yaitu kesatuan mcmiliki
kcpribadian sendiri;
4)
Rakyat, yaitu unsur mutlak negara, harus bekerja sama dan
bergotong ro; serta
5)
Adil, yaitu memberikan
keadilan kepada diri sendiri dan
orang lain menjadi haknya.
d. Hakikat
Nilai-Nilai Pancasila
Nilai adalah
suatu ide atau konsep tentang apa yang seseorang pikirkan merupakan hal yang penting dalam hidupnya. Nilai dapat
berada di dua kawc kognitif dan afektif. Nilai adalah ide, bisa
dikatakan konsep dan bisa dika abstraksi
(Sidney Simon: 1986). Nilai merupakan hal yang terkandung dalan nurani
manusia yang lebih member! dasar dan prinsip akhlak yang merup standar dari
keindahan dan efisiensi atau keutuhan kata hati (potensi). Lanj langkah awal
dari "nilai" adalah seperti halnya ide manusia yang merup „ potensi pokok human being. Nilai
tidaklah tampak dalam dunia pengalaman nyata dalam jiwa manusia. Dalam
ungkapan lain, ditegaskan oleh Sidne Simon (1986) bahwa
sesungguhnya yang dimaksud dengan nilai
adalah jaw yang jujur tapi benar dari
pertanyaan "whatyou are really,
really, really, want
Studi tentang nilai termasuk dalam ruang
lingkup esletika dan
etika. Est cenderung pada
studi dan justifikasi
yang menyangkut tentang
mai memikirkan keindahan,
atau apa yang mereka senangi. Misalnya, mempersoc atau
menceritakan si rambut panjang, pria
pemakai
anting-anling, nyan1 nyanyian bising, dan bentuk-bentuk seni lain. Adapun
etika cenderung pada dan
justifikasi tentang aturan atau bagairnana manusia berperilaku. Ungkapan sering timbul dari pertanyaan-pertanyaan yang
mempertentangkan antara 1 dan salah,
baik dan buruk. Pada dasarnya studi tentang etika merupakan pela tentang
moral yang secara langsung merupakan pemahaman tentang apa itu I dan salah.
Bangsa Indonesia sejak
awal mendirikan negara,
berkonsensus memegang
dan menganut Pancasila sebagai sumber inspirasi, nilai,
dan bangsa. Konsensus bahwa Pancasila
sebagai anutan untuk pengembangan nili moral bangsa ini secara
ilmiah filosofis merupakan pemufakatan yang nor Secara epistemologis bangsa Indonesia punya keyakinan bahwa nilai dan
yang
terpancar dari asas
Pancasila ini sebagai suatu
hasil sublimasi,
kristalisasi dari sistem nilai budaya
bangsa dan ngama yang seluruhnya
be
vcrtikal, juga
horizontal scrta dinamis dalam kchidupan
masyarakat. Sclanjutnya, untuk
mcnyinkronkan dasar filosofis-idcologis mcnjadi vvujud jati diri
bangsa yang nyata dan konsekuen
secara aksiologis, bangsa dan negara Indonesia berkehendak untuk mengerti, menghayati, membudayakan, dan melaksanakan Pancasila. Upaya ini dikembangkan melalui jalur keluarga,
masyarakat, dan sekolah.
Refleksi filsafat yang dikembangkan oleh Notonagoro untuk
menggali nilai-nilai abstrak,
hakikat nilai-nilai Pancasila, ternyata kemudian dijadikan pangkal tolak pelaksanaannya yang bcrwujud konsep pengamalan yang bersifat
subjektif dan objektif. Pengamalan
secara objcktif adalah pengamalan di bidang kehidupan kenegaraan atau kemasyarakatan, yang
penjelasannya berupa suatu perangkat ketentuan
hukum yang secara hierarkis berupa pasal-pasal UUD, Ketetapan MPR, Undang-undang Organik, dan peraturan-pcratiiran
pclaksanaan lainnya. Pengamalan secara subjektif adalah pengamalan yang
dilakukan oleh manusia individual,
baik scbagai
pribadi maupun sebagai warga masyarakat ataupun sebagai pemegang kekuasaan, yang penjelmaannya
berupa tingkah laku dan sikap dalam hidup sehari-hari.
Nilai-nilai yang
bersumber dari hakikat Tuhan, manusia, satu rakyat, dan adil dijabarkan menjadi konsep Etika Pancasila,
bahwa hakikat manusia Indonesia adalah
untuk memiliki sifat dan keadaan yang berperi Ketuhanan Yang Maha Esa, berperi Kemanusiaan, berperi Kebangsaan, berperi
Kerakyatan, dan berperi Keadilan
Sosial. Konsep Filsafat Pancasila dijabarkan menjadi sistem Etika Pancasila yang bercorak normatif.
Ciri atau karakteristik berpikir filsafat adalah:
1)
sistematis, 2)
mendalam, 3) mendasar, 4) analitis, 5) komprehensif, 6) spekulatif, 7) representatif, dan 8) evaluatif.
Cabang-cabang filsafat meliputi:
1) Epistemologi
(Filsafat Pengetahuan),
2) Etika
(Filsafat Moral),
3) Estetika
(Filsafat Seni),
4) Metafisika
(membicarakan tcnlang scgala scsuatu di balik
yang ada),
5) Politik (Filsafat
Pemerintahan
6) Filsafat Agama,
7) Filsafat Ilmu,
8) Filsafat Pendidikan,
9) Filsafat hukum,
10) Filsafat Sejarah,
11) Filsafat Matematika, dan
12)Kosmologi (membicarakan tentang segala sesuatu yang ada yang
teratur).
Aliran Filsafat meliputi:
1). Rasionalisme 7)
Marxisme
2) Idealisme 8)
Realisme
3) Positivisme 9) Materialisme
4) Eksistensialisme 10)
Utilitarianisme
*5) Hedonisme 11)
Spiritualisme
6) Stoisme 12)
Liberalisme
3. Kajian
Ontologis
Secara ontologis kajian Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai
up untuk mengetahui hakikat dasar dari
sila-sila Pancasila. Menurut Notonag hakikat dasar ontologis Pancasila adalah manusia. Mengapa?,
karena man merupakan subjek hukum pokok dari
sila-sila Pancasila.
Hal ini dapat
dijelaskan bahwa yang
berketuhanan Yang Maha berkemanusian yang adil dan beradab, berkesatuan
Indonesia, berkerakyatan y dipimpin
oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, s berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia pada
hakikatnya adalah man (Kaelan, 2005).
Dengan demikian,
secara ontologis hakikat dasar keberadaan dari sila Pancasila adalah manusia. Untuk hal ini, Notonagoro lebih lanjut mengemukc bahwa manusia sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila
secara ontol memiliki hal-hal yang
mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa, s jasmani dan rohani. Selain itu, sebagai makhluk individu dan
sosial, s kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan sebagai
makhluk Ti Yang Maha Esa. Oleh karena itu,
secara hierarkis sila pcrtama
Ketuhanan \ Maha Esa mcndasari dan menjiwai
kcempat sila-sila Pancasila (Kaelan, 2005).
Selanjutnya, Pancasila sebagai dasar filsafat
negara Rcpublik Indonesia memiliki
susunan lima sila yang merupakan suatu persatuan dan kesatuan,
serta mempunyai si fat dasar
kesatuan yang mutlak, yaitu berupa sifat kodrat monodualis, sebagai makhluk individu sckaligus juga
sebagai makhluk sosial. Di samping itu, kcduduknnnya sebagai makhluk
pribadi yang berdiri :endiri,
sekaligus sebagai makhluk Tuhan. Konsekuensinya, segala aspek dalam
penyelenggaraan negara diliputi oleh nilai-nilai
Pancasila yang merupakan suatu kesatuan
yang utuh yang memiliki sifat dasar yang mutlak berupa sifat kodrat
manusia yang monodualis tersebut.
Kemudian, seluruh nilai-nilai Pancasila tersebut
menjadi dasar rangka dan jiwa bagi bangsa Indonesia. Hal ini berarti
bahwa dalam setiap aspek penyelenggaraan negara
harus dijabarkan dan bersumberkan pada nilai-nilai Pancasila, seperti bentuk negara,
sifat negara, tujuan negara, tugas/kewajiban negara dan warga negara, sistem
hukum negara, moral negara, serta segala aspek penyelenggaraan negara lainnya.
4. Kajian Epistemologi
Kajian epistemologi filsafat Pancasila dimaksudkan sebagai upaya untuk
mencari hakikat Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan. Hal ini
dimungkinkan karena epistemologi merupakan
bidang filsafat yang membahas hakikat ilmu pengetahuan
(ilmu tentang ilmu). Kajian epistemologi Pancasila tidak dapat dipisahkan dengan dasar ontologisnya. Oleh karena
itu, dasar epistemologis Pancasila
sangat berkaitan erat dengan konsep dasarnya tentang hakikat manusia.
Menurut Titus (1984:20) terdapat tiga persoalan yang mendasar
dalam epistemologi,
yaitu:
a. tentang sumber pengetahuan manusia; b. tentang teori
kebenaran pengetahuan manusia; serta c.
tentang watak pengetahuan manusia.
Epistemologi Pancasila sebagai suatu objek kajian pengetahuan pada
hakikatnya meliputi
masalah sumber pengetahuan Pancasila dan susunan pengetahuan Pancasila. Adapun tentang sumber
pengetahuan Pancasila, sebagaimana telah dipahami bersama, adalah nilai-nilai
yang ada pada bangsa Indonesia itu scndiri.
Merujuk pada pemikiran filsafat Aristoteles, bahwa nilai-nilai tersebut sebagai kausa material is Pancasila.
Selanjutnya, susunan Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan maka
Pancasila memiliki susunan yang bersifat
formal logis, baik dalam arti susunan sila-sila Pancasila maupun isi arti dari dari sila-sila Pancasila itu. Susunan
kesatuan sila-sila Pancasila adalah
bersifat hierarkis dan berbentuk piramidal, yaitu: a. Sila pertama
Pancasila mendasari dan mcnjiwai keempat sila lainnya;
b. Sila kcdua didasari sila
pertama serta mendasari dan menjiwai sila
ketiga,
keempat, dan kclima;
c.
Sila ketiga didasari dan dijiwai sila
pertama dan kedua, serta mendasari dan menjiwai sila keempat
dan kelima; d. Sila keempat didasari
dan dijiwai
sila pertama, kedua,
dan ketiga serta mendasari dan menjiwai sila kelima; serta e. Sila kelima didasari dan dijiwai sila
pertama, kedua, ketiga,dan keempat.
Demikianlah, susunan Pancasila memiliki sistem logis, baik yang
menyangkut ..kualitas maupun kuantitasnya. Dasar-dasar rasional logis Pancasila
juga menyangkut kualitas
ataupun kuantitasnya. Selain itu, dasar-dasar
rasional logis Pancasila juga
menyangkut isi arti sila-sila
Pancasila tersebut. Sila Ketuhanan Yang
Maha Esa member! landasan kebenaran pengetahuan manusia yang bersumber pada intuisi. Kedudukan dan kodrat
manusia pada hakikatnya adalah sebagai niakhluk Tuhan Yang Maha Esa. Karena
itu, sesuai dengan sila pertama Pancasila,
epistemologi Pancasila juga mengakui kebenaran wahyu yang bersifal mutlak. Hal ini sebagai tingkat kebenaran
yang tertinggi.
Selanjutnya, kebenaran dan pengetahuan manusia merupakan suatu sintesis yang harmonis di antara potensi-potensi kejiwaan
manusia, yaitu akal, rasa, dan
kehendak manusia untuk
mendapatkan kebenaran yang tertinggi.
Selain itu, dalam sila ketiga,
keempat, dan kelima, epistemologi Pancasik: mengakui kebenaran
konsensus terutama dalam kaitannya dengan hakikat sifai kodrat manusia sebagai makhluk individu
dan makhluk sosial.
Sebagai suatu paham epistemologi, Pancasila memandang bahwa ilnu pengetahuan
pada hakikatnya tidak bebas nilai
karena harus diletakkan padc kcrangka
moralitas kodrat manusia serta moralitas religius dalam upaya untuk mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan dalam hidup manusia.
Itulah sebabny; Pancasila secara
epistemologis harus menjadi dasar moralitas bangsa dalarr membangun perkembangan sains dan teknologi dewasa ini.
5. Kajian Aksiologi
Kajian aksiologi filsafat Pancasila pada hakikatnya membahas
tentang nilai praksis atau manfaat
suatu pengctahuan tentang Pancasila. Karena sila-sila Pancasila sebagai suatu sistcm filsafat memiliki satu
kesatuan dasar aksiologis, maka nilai-nilai yang
tcrkandung dalamnya pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan. Selanjutnya, aksiologi Pancasila
mengandung arti bahwa kita membahas tentang
filsafat nilai Pancasila. Istilah nilai dalam kajian filsafat dipakai untuk merujuk pada ungkapan abstrak yang dapat juga
diartikan sebagai "keberhargaan" (worth) atau "kebaikan"
(goodnes), dan kata kerja yang artinya scsuatu tindakan kcjiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan
penilaian (Frankena: 229).
Di dalam Dictionary
of Sociology an Related Sciences dikemukakan bahwa nilai adalah
suatu kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang
menyebabkan menarik minat seseorang
atau kelompok. Dengan demikian, nilai
itu pada
hakikatnya adalah sifat atau
kualitas yang melekat pada suatu objek. Sesuatu itu mengandung
nilai, artinya ada sifat atau kualitas yang melekat padanya,
misalnya bunga itu indah, perbuatan itu baik. Indah dan baik adalah sifat atau kualitas yang melekat pada
bunga dan perbuatan. Jadi, nilai itu
sebenarnya adalah suatu kenyataan yang
tersembunyi di balik
kenyataan-kenyataan lainnya. Adanya nilai
itu karena
adanya kenyataan-kenyataan lain
sebagai pembawa nilai.
Terdapat berbagai macam teori tentang nilai dan hal ini
sangat bergantung pada titik tolak
dan sudut pandang setiap teori dalam menentukan pengertian nilai. Kalangan
materialis memandang bahwa hakikat nilai
yang tertinggi adalah nilai material,
sedangkan kalangan hedonis berpandangan bahwa nilai yang tertinggi adalah nilai
kenikmatan. Namun, dari berbagai macam
pandangan tentang nilai dapat dikelompokkan pada dua macam sudut pandang,
yaitu bahwa sesuatu itu bernilai karena berkaitan dengan subjek pemberi nilai, yaitu
manusia. Hal ini bersifat subjektif, tetapi juga terdapat pandangan bahwa pada
hakikatnya nilai sesuatu itu melekat
pada dirinya sendiri. Hal ini merupakan pandangan dari paham objektivisme.
Notonagoro memcrinci tentang nilai, ada
yang bersifat material dan nonmaterial.
Dalam hubungan ini, manusia memiliki oricntasi nilai yang
berbeda bergantung pada pandangan
hidup dan filsafat hidup masing-masing. Ada yang
mendasarkan pada orientasi nilai material,
tetapi ada pula yang sebaliknya, ya berorientasi
pada nilai yang nonmaterial. Nilai
material relatif lebih mudah diuk menggunakan
pancaindra ataupun alat pengukur. Akan tetapi, nilai yang bersi rohaniah sulit
diukur, tetapi dapat juga dilakukan dengan hati nurani manu: sebagai alat ukur yang dibantu oleh cipta, rasa,
serta karsa dan keyakinan manu; (Kaclan,
2005).
Menurut Notonagoro,
nilai-nilai Pancasila itu termasuk nilai kerohani; tetapi nilai-nilai kerohanian yang mengakui nilai material
dan nilai vital. Deng demikian, nilai-nilai
Pancasila yang tergolong nilai kerohanian
itu jv mengandung nilai-nilai lain secara lengkap dan harmonis, seperti
nilai materi nilai vital, nilai
kebenaran, nilai keindahan atau estetis,
nilai kebaikan atau ni moral,
ataupun nilai kesucian yang secara keseluruhan bersifat sistemik-hierark Sehubungan
dengan ini, sila pertama, yaitu ketuhanan Yang Maha Esa menj; basis dari semua sila-sila Pancasila
(Darmodihardjo: 1978).
Secara aksiologis, bangsa Indonesia merupakan pcndukung nilai-ni Pancasila (subcriber of values Pancasila), Bangsa Indonesia yang
berketuhan; yang berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang berkerakyatan, dan ya berkeadilan sosial. Sebagai pendukung nilai, bangsa
Indonesialah ya menghargai, mengakui, serta menerima Pancasila sebagai sesuatu
yang bernil Pengakuan, penghargaan, dan
penerimaan Pancasila sebagai sesuatu yang bern itu akan tampak
menggejala dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan ban; Indonesia. Kalau pengakuan, penerimaan, atau
penghargaan itu telah menggej dalam sikap, tingkah laku, serta perbuatan
manusia dan bangsa Indonesia, ru bangsa Indonesia dalam hal ini sekaligus
adalah pengembannya dalam sik tingkah laku,
dan perbuatan manusia Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Darmodiharjo, Darji.
1996. Pokok-Pokok Filsafat Hukum. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Fukuyama, F. 1989. The End of
History, dalam National Interest. No. 16 (1989). Dikutip dari Modernity and Its Future. Polity
Press: Cambridge.
Kaelan. 2005. Filsafat Pancasila sebagai Filasfat Bangsa
Negara Indonesia. Makalah pada Kursus Calon Dosen Pendidikan Kewarganegaraan: Jakarta.
Notonagoro. 1971.
Pengertian Dasar bagi
Implernentasi Pancasila unluk
ABRI. Departemcn Pertahanan dan Keamanan: Jakarta.
Poespowardoyo, Soeryanto. 1989. Filsafat
Pancasila. Gramedia: Jakarta. Pranarka, A.W.M. 1985. Sejarah Pemikiran
tantang Pancasila. CS1S: Jakarta.
Suseno, Franz,
Magnis. 1987. Etika Politik: Prinsip-Prinsip Moral Dasar Modern. PT Gramedia: Jakarta.
Titus Harold, Marilyn S., Smith, and
Richard T. Nolan. 1984. Living Issues Philosophy, diterjemahkan oleh Rasyidi. Pcnerbit
bulan Bintang: Jakarta.
Mahasiswa mampu memahami nilai-nilai jati
diri bangsa melalui pengkajian aspek ontologi,
epistemologi, dan aksiologi filsafat Pancasila sehingga dengan pemahaman tersebut diharapkan dapat tumbuh personal wisdom yang integratif dalam
dimensi kompentensi kewarganegaraan (civic
knowledge, civic skills, civic commitment, civic convidence,
dan civic competence).
Daftar Istilah
1. Filsafat: Secara etimologis cinta akan kcbijaksanaan, tapi
dapat pula diartikan sebagai keinginan
yang sungguh-sungguh untuk mencari
kebenaran yang sejati.
2. Filsafat Pancasila: Kebenaran dari sila-sila
Pancasila sebagai dasar negara atau dapat
pula diartikan
bahwa Pancasila merupakan satu
kesatuan sistem yang utuh dan logis.
3. Ontologi: Bidang filsafat yang membahas
tentang hakikat keberadaan sesuatu dan mencari
hakikat mengapa sesuatu itu ada.
4. Epistemologi:
Bidang filsafat yang membahas hakikat ilmu pengetahuan
atau ilmu tentang ilmu.
5. Aksiologi: Bidang filsafat
yang membahas tentang hakikat nilai atau filsafat yang membahas nilai praksis dari sesuatu.
6.Nilai: Segala sesuatu yang bcrguna atau berharga bagi manusia. Jati diri
bangsa: Kepribadian bangsa yang menjadi
identitas nasional. Globalisasi:
Proses mendunia menjadi keadaan tanpa batas
antarncgara akibat kemajuan teknologi informasi Internasionalisasi: Upaya hegemoni
negara maju melalui isu dan pennasalahan internasional.
7. Nasionalisme: Paham kebangsaan yang dianut oleh suatu negara.
8. Sistem: Suatu kesatuan yang utuh dan tidak bisa dipisah-pisahkan
di antara sub-sub sistem Kausa.
9. Materialis: Suatu kajian filsafat Aristoteles yang membahas tentang sebab materialdari sesuatu. Kausa 10.finalis:
Suatu kajian filsafat Aristoteles
yang membahas tentang sebab final dari
sesuatu.
11.Kausa
efisiensi: Suatu kajian filsafat Aristoteles yang membahas tentang pelaku dari
adanya sesuatu Kausa forma: Suatu kajian filsafat
Aristoteles yang membahas tentang bentuk dari adanya sesuatu.
12.Founding Fathers: Para pendiri negara yang merumuskan Pancasila dan UUD 1945 dalam
mempersiapkan Indonesia merdeka.
13.Local Genius'. Kreatifitas lokal yang keunggulan
kompetitif. Local Wisdom: Kearifan lokal yang
hidup dan mcmbentuk sikap bijak dalam
suatu masyarakat.
1.Uraian Teori Konsep
Perkembangan masyarakat dunia
yang semakin cepat secara langsung ataupun tidak langsung mcngakibalkan
pcrubahan besar pada bcrbagai bangsa di dunia. Gelombang besar kckuatan internasional
dan transnasional melalui globalisasi telah
mengancam, bahkan menguasai
eksistensi negara-negara kebangsaan, tcrmasuk
Indonesia. Akibat yang langsung
terlihat adalah terjadinya pergeseran nilai-nilai dalam kehidupan kebangsaan karena adanya perbenturan kepentingan
antara nasionalisme dan internasionalisme.
Permasalahan kebangsaan dan kenegaraan
di Indonesia menjadi semakir kompleks dan rumit manakala ancaman internasional yang terjadi di satu
sisi, pada sisi yang lain muncul masalah
internal, yaitu maraknya tuntutan rakyat, yang secara objektif mengalami suatu kehidupan yang jauh dari kesejahteraan dan
keadilan sosial.
Paradoks antara kekuasaan global dengan kekuasaan nasional
ditambah konflik internal, seperti gambaran di atas, mengakibatkan suatu tarik-menarik
kepentingar. yang secara langsung mengancam
jati diri bangsa. Nilai-nilai baru yang masuK, baik secara subjektif maupun objektif, serta terjadinya
pergeseran nilai di tengah masyarakat pada akhirnya
mengancam prinsip-prinsip hidup berbangsa masyarakat Indonesia.
JPrinsip-prinsip dasar yang telah ditemukan oleh peletak
dasar (the founding
fathers) negara Indonesia yang kemudian
diabstraksikan menjadi suatu prinsip dasa •
filsafat
bernegara, itulah Pancasila. Dengan pemahaman demikian, maka Pancasiht
sebagai filsafat
hidup bangsa Indonesia
saat ini mengalami ancaman
dengan
munculnya
nilai-nilai baru dari luar dan pergeseran nilai-nilai yang terjadi.
Secara ilmiah
harus disadari bahwa suatu masyarakat, suatu bangsa, senantiasa memiliki suatu
pandangan hidup atau filsafat hidup masing-masing, yang berbed i dengan bangsa lain di dunia. Inilah yang
disebut sebagai local genius (kecerdasan/kreativitas lokal) dan
sekaligus sebagai local wisdom (kearifan lokal) bangsa. Dengan
demikian, bangsa Indonesia tidak mungkin
memiliki kesamaan pandangan hidup dan filsafat hidup dengan
bangsa lain.
Ketika para pendiri negara Indonesia
menyiapkan berdirinya negara Indonesia merdeka,
mereka sadar sepenuhnya untuk menjawab suatu pertanyaan yang fundamental 'di atas dasar apakah
negara Indonesia merdeka ini didirikan'.^ Jawaban atas pertanyaan mendasar ini akan selalu
menjadi dasar dan tolok ukur utama bangsa ini meng-Indonesia. Dengan kata lain, jati diri bangsa
akan selalu bertolok ukur pada nilai-nilai Pancasila sebagai
filsafat bangsa.
Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistcm filsalui.
Pemahaman demikian memerlukan
pengkajian lebih lanjut menyangkut aspek ontologi, epistemologi, dan aksiologi dari kelima
sila Pancasila.
2. Pengertian Filsafat
Filsafat berasal
dari bahasa Yunani "philein "
yang berarti cinta dan "sophia"
yang berarti kebijaksanaan. Jadi,
filsafat menurut asal katanya berarti cinta
akan kebijaksanaan, atau mcncintai kebenaran/pengetahuan. Cinta dalam hal ini mcmpunyai arti yang seluas-luasnya, yang dapat
dikemukakan sebagai keinginan yang mcnggebu dan sungguh-sungguh terhadap
sesuatu, sedangkan kebijaksanaan dapat
diartikan sebagai kebenaran yang scjati.
Dengan demikian, filsafat secara sederhana dapat diartikan sebagai keinginan
yang sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran
yang sejati. Filsafat merupakan indtik ilmu
pengetahuan. Menurut J. Gredt dalam bukunya "Elementa
Philosophiae", filsafat sebagai "Ilmu pengetahuan yang
timbul dari prinsip-prinsip mencari sebab musababnya yang terdalair
a.
Filsafat Pancasila
Menurut Ruslan Abdulgani, bahvva
Pancasila merupakan filsafat
negara yang lahir sebagai collective ideologic (cita-cita bersama)
dari seluruh bangsa Indonesia. Dikatakan
sebagai filsafat, karena Pancasila merupakan hasil perenungan jiwa yang mendalam
yang dilakukan oleh the founding
father bangsa Indonesia, kemudian dituangkan
dalam suatu "sistem" yang tepat. Adapun menurut Notonagoro, Filsafat
Pancasila memberi pengetahuan dan
pengertian ilmiah, yaitu tentang hakikat dari Pancasila.
b. Karakteristik Sistem Filsafat
Pancasila
Sebagai filsafat, Pancasila mcmiliki
karakteristik sistem
filsafat tersendiri yang
berbeda dengan filsafat lainnya,
di antaranya:
- Sila-sila Pancasila merupakan satu-kesatuan sistem yang
bulat dan utuh (sebagai suatu totalitas). Dengan pengertian lain, apabila tidak bulat dan utuh atau
satu sila dengan sila lainnya terpisah-pisah,
maka itu bukan Pancasila.
|
Susunan Pancasila
dengan suatu sistem
yang bulat dan
utuh itu dapat digambarkan sebagai
berikut:
Dalam susunan yang lain, dapat juga digambarkan sebagai berikut:
Atau, dapat digambarkan sebagai berikut:
Ketiga gambar di atas menunjukkan bahwa:
• Sila 1, meliputi,
mendasari, dan menjiwai sila 2, 3, 4, dan
5.
• Sila 2, diliputi,
didasari, dan dijiwai sila 1,
serta mendasari dan menjiwai sila 3, 4, dan 5.
• Sila 3, diliputi,
didasari, dan dijiwai sila 1, 2, serta
mendasari dan menjiwai sila 4 dan 5.
• Sila
4, diliputi, didasari, dan dijiwai
sila 1, 2, dan 3, serta mendasari dan menjiwai
sila 5.
• Sila 5, diliputi, didasari, dan dijiwai sila 1, 2, 3,
dan 4.
• Pancasila sebagai suatu substansi, artinya unsur
asfi/permanen/primer Pancasila
sebagai suatu yang ada mandiri, yang unsur-unsurnya berasal dari dirinya sendiri.
• Pancasila
sebagai suatu realitas, artinya
ada dalam diri manusia Indonesia dan masyarakatnya, sebagai suatu kcnyataan
hidup bangsa, yang tumbuh, hidup, dan berkembang dalam kehidupan
sehari-hari.
c. Prinsip-Prinsip Filsafat
Pancasila
Pancasila ditinjau dari Kausal
Aristoteles dapat dijelaskan sebagai berikut:
1)
Kausa
Materialis, maksudnya sebab yang berhr.bungan dengan materi/bahan,
dalam hal ini Pancasila digali dari nilai-nilai sosial budaya yang ada dalam bangsa Indonesia sendiri;
2)
Kausa Forma/is, maksudnya sebab yang berhubungan
dengan bentuknya, Pancasila yang ada dalam
pembukaan UUD '45 memenuhi syarat formal (kebenaran
formal);
3)
Kausa Efisiensi, maksudnya kegiatan BPUPK.I dan PPKI
dalam menyusun dan merumuskan
Pancasila merijadi dasar negara Indonesia merdeka; serta
4)
Kausa Finalis, maksudnya berhubungan dengan
tujuannya, yaitu tujuan diusulkannya
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia merdeka.
Inti atau esensi sila-sila Pancasila meliputi:
1)
Tuhan, yaitu sebagai kausa prima;
2)
Manusia, yaitu makhluk individu
dan makhluk sosial;
3)
Satu, yaitu kesatuan mcmiliki
kcpribadian sendiri;
4)
Rakyat, yaitu unsur mutlak negara, harus bekerja sama dan
bergotong ro; serta
5)
Adil, yaitu memberikan
keadilan kepada diri sendiri dan
orang lain menjadi haknya.
d. Hakikat
Nilai-Nilai Pancasila
Nilai adalah
suatu ide atau konsep tentang apa yang seseorang pikirkan merupakan hal yang penting dalam hidupnya. Nilai dapat
berada di dua kawc kognitif dan afektif. Nilai adalah ide, bisa
dikatakan konsep dan bisa dika abstraksi
(Sidney Simon: 1986). Nilai merupakan hal yang terkandung dalan nurani
manusia yang lebih member! dasar dan prinsip akhlak yang merup standar dari
keindahan dan efisiensi atau keutuhan kata hati (potensi). Lanj langkah awal
dari "nilai" adalah seperti halnya ide manusia yang merup „ potensi pokok human being. Nilai
tidaklah tampak dalam dunia pengalaman nyata dalam jiwa manusia. Dalam
ungkapan lain, ditegaskan oleh Sidne Simon (1986) bahwa
sesungguhnya yang dimaksud dengan nilai
adalah jaw yang jujur tapi benar dari
pertanyaan "whatyou are really,
really, really, want
Studi tentang nilai termasuk dalam ruang
lingkup esletika dan
etika. Est cenderung pada
studi dan justifikasi
yang menyangkut tentang
mai memikirkan keindahan,
atau apa yang mereka senangi. Misalnya, mempersoc atau
menceritakan si rambut panjang, pria
pemakai
anting-anling, nyan1 nyanyian bising, dan bentuk-bentuk seni lain. Adapun
etika cenderung pada dan
justifikasi tentang aturan atau bagairnana manusia berperilaku. Ungkapan sering timbul dari pertanyaan-pertanyaan yang
mempertentangkan antara 1 dan salah,
baik dan buruk. Pada dasarnya studi tentang etika merupakan pela tentang
moral yang secara langsung merupakan pemahaman tentang apa itu I dan salah.
Bangsa Indonesia sejak
awal mendirikan negara,
berkonsensus memegang
dan menganut Pancasila sebagai sumber inspirasi, nilai,
dan bangsa. Konsensus bahwa Pancasila
sebagai anutan untuk pengembangan nili moral bangsa ini secara
ilmiah filosofis merupakan pemufakatan yang nor Secara epistemologis bangsa Indonesia punya keyakinan bahwa nilai dan
yang
terpancar dari asas
Pancasila ini sebagai suatu
hasil sublimasi,
kristalisasi dari sistem nilai budaya
bangsa dan ngama yang seluruhnya
be
vcrtikal, juga
horizontal scrta dinamis dalam kchidupan
masyarakat. Sclanjutnya, untuk
mcnyinkronkan dasar filosofis-idcologis mcnjadi vvujud jati diri
bangsa yang nyata dan konsekuen
secara aksiologis, bangsa dan negara Indonesia berkehendak untuk mengerti, menghayati, membudayakan, dan melaksanakan Pancasila. Upaya ini dikembangkan melalui jalur keluarga,
masyarakat, dan sekolah.
Refleksi filsafat yang dikembangkan oleh Notonagoro untuk
menggali nilai-nilai abstrak,
hakikat nilai-nilai Pancasila, ternyata kemudian dijadikan pangkal tolak pelaksanaannya yang bcrwujud konsep pengamalan yang bersifat
subjektif dan objektif. Pengamalan
secara objcktif adalah pengamalan di bidang kehidupan kenegaraan atau kemasyarakatan, yang
penjelasannya berupa suatu perangkat ketentuan
hukum yang secara hierarkis berupa pasal-pasal UUD, Ketetapan MPR, Undang-undang Organik, dan peraturan-pcratiiran
pclaksanaan lainnya. Pengamalan secara subjektif adalah pengamalan yang
dilakukan oleh manusia individual,
baik scbagai
pribadi maupun sebagai warga masyarakat ataupun sebagai pemegang kekuasaan, yang penjelmaannya
berupa tingkah laku dan sikap dalam hidup sehari-hari.
Nilai-nilai yang
bersumber dari hakikat Tuhan, manusia, satu rakyat, dan adil dijabarkan menjadi konsep Etika Pancasila,
bahwa hakikat manusia Indonesia adalah
untuk memiliki sifat dan keadaan yang berperi Ketuhanan Yang Maha Esa, berperi Kemanusiaan, berperi Kebangsaan, berperi
Kerakyatan, dan berperi Keadilan
Sosial. Konsep Filsafat Pancasila dijabarkan menjadi sistem Etika Pancasila yang bercorak normatif.
Ciri atau karakteristik berpikir filsafat adalah:
1)
sistematis, 2)
mendalam, 3) mendasar, 4) analitis, 5) komprehensif, 6) spekulatif, 7) representatif, dan 8) evaluatif.
Cabang-cabang filsafat meliputi:
1) Epistemologi
(Filsafat Pengetahuan),
2) Etika
(Filsafat Moral),
3) Estetika
(Filsafat Seni),
4) Metafisika
(membicarakan tcnlang scgala scsuatu di balik
yang ada),
5) Politik (Filsafat
Pemerintahan
Komentar
Posting Komentar